Berita tentang Sanija, Pemain Asal Cirebon (sekarang tinggal di Desa Karangsari, Kec. Weru).
Kalah Menang, Mereka Harapan Kita
Jumat, 30 November 2012 | 17:00 WIB
Setelah tiga kali menang, di antaranya 3-1 atas UMS 80, dalam uji
cobanya yang terakhir Jumat pekan lalu di Stadion Utama Senayan, tim
Pra Piala Dunia kita digebuk Indonesia Muda 2-0. Hadi Ismanto membuka
skor, kemudian gelandang Sujono menyusul, dua-duanya dengan tendangan
lob yang sama sekali tak tersentuh kiper baru Benny van Breukelen.
Patut juga dicatat, IM malam itu menampilkan susunan pemain baru. Bukan saja minus Didik Darmadi dan Adityo Darmadi yang justru bermain untuk tim pelatnas, tapi juga dengan mencoba beberapa pemain muda. Ternyata, IM berhasil, setidaknya membuat sekitar seribu penonton malam itu makin keras mengejek penampilan tim pelatnas asuhan trio pelatih Aliandoe-Basri-Salmon.
Siapa pemain belakang dan kiper tim Pra Piaia Dunia yang bertanggung jawab atas kekalahan malam itu, sudah pembaca simak foto dan profil singkatnya dalam dua nomor lalu. Kini ikutilah wajah-wajah para pemain depannya yang ternyata juga tak berkutik, meski hanya menghadapi barisan pertahanan Jopie Noya cs. Apa boleh buat, kalah menang mereka harapan utama kita, rupanya.
Dede Sulaiman
Dede juga terbilang sebagai pemain sayap sejati. Posisinya kebalikan Dullah Rahim. Tetapi ia tidak fanatik bermain pada garis sejajar kanan sebagaimana halnya Wahyu dan Dullah. Kalau dibutuhkan ia juga bisa bermain untuk sayap kiri. Untuk posisi lain, Dede merasa tak begitu cocok.
Jika terpilih, ini berarti langkahnya dalam tim nasional terus tak terputus sejak tahun 1975 ketika ia mengawalinya dengan memperkuat PSSI Yunior. Untuk Pra Piala Dunia merupakan penampilannya kedua setelah tahun 1981 di bawah Endang Witarsa yang meneruskan Harry Tjong.
Bersama Didik, Herry Kiswanto, dan Tonggo Tambunan, serta Bambang Nurdiansyah, pengalaman Dede terbilang paling hebat. Ia dua kali memperkuat tim Pra Olimpiade, dua kali SEA Games, dan berpuluh turnamen.
Lahir di Jakarta, 8 Mei 1956, saat ini Dede memiliki dua putra. Pengagum Rummenigge dan Ronald Reagan ini merupakan pemain yang lahir dan besar dari lingkungan sekolah. Ia memperlihatkan potensinya ketika berkali-kali di tahun 72-75 tampil dalam kompetisi antar pelajar DKI. Saat itu ia memperkuat SMA Ksatrya. Kemudian direkrut Angkasa. Tetapi tahun 1979 ketika Galatama lahir, ia hijrah ke Indonesia Muda, sampai saat ini.
Dullah Rahim
Seperti Wahyu Tanoto, Dullah Rahim, ayah dua putra asal Ujungpandang ini hanya mampu bermain di garis sejajar kiri. Dullah juga dijuluki sebagai sayap sejati.
Pemain yang ditemukan pelatih Suwardi Arland dan Mohammad Basri ini jika terpilih, akan tampil untuk ke-12 kali dalam tim nasional. Ia pernah tampil dalam SEA Games maupun Pra Olimpiade. Dullah dilahirkan di Ujungpandang 28 Agustus 1955 sebagai putra kedua dari 11 bersaudara keluarga Abdul Rahim.
Dullah sangat mengagumi bintang Brasil Zico dan Pele. Sedangkan tokoh politik yang digandrunginya adalah bekas gubemur DKI, Ali Sadikin dan PM Inggris Margareth Thatcher.
Sanija
Anak kota udang Cirebbn ini ditemukan oleh tokoh sepakbola kawakan dari Medan, Kamaruddin Panggabean. Kemudian diambil dan dibesarkan klub Mercu Buana sebagai muka baru. Sanija banyak memukau penonton Galatama. Kecepatannya cukup luar biasa. Di samping itu, tenaganya seperti tak pernah habis.
Sebagai pemain sayap, Sanija memang memiliki keutuhan. Ia mampu berlari di garis sejajar dengan cepat dan mempunyai daya tusuk yang tajam. Ia Juga dibekali keberanian. Akibatnya ia selalu kelihatan berduel dengan lawan secara brutal.
Lahir di Cirebon, 10 Oktober 1957 sebagai putra kedua dari sepuluh bersaudara keluarga Rases Saripah, saat ini tergabung di klub UMS 80. Karirnya diawali di klub Pos dan Giro Cirebon. Kemudian ikut memperkuat PSIT bond Cirebon untuk beberapa tahun. Sebelum hijrah ke Medan, Sanija sempat dipoles pelatih Khaelani yang juga menjadi pelatih di Mercu Buana.
Pengagum Bruno Conti dari Italia ini sebenarnya juga mampu bermain di berbagai posisi. Tetapi Sanija yang juga mengagumi bekas wapres Adam Malik ini memang lebih menonjol sebagai pemain sayap.
Wahyu Tanoto
Panggilan akrabnya Why. Ia merupakan pemain sayap andalan Tunas Inti. Sebelum beroperasi di sayap, putra sulung bekas pemain nasional Tan Liong Houw ini bermain sebagai bek dan gelandang. Tetapi semuanya hanya terbatas di lini kiri, karena Why memang merupakan pemain berkaki kidal.
Jika terpilih, ini merupakan penampilannya kedua dalam tim Pra Piala Dunia Tahun 1981 di bawah pelatih Harry Tjong. Why pemain yang dibesarkan oleh si Bung (Joel Lambert, tokoh gawang) terpilih sebagai pemain sayap. Sayang waktu itu PSSI gagal total.
Adik Why, Budi Tanoto juga sedang bergelut di pelatnas PSSI Perserikatan. Why menyenangi penampilan pemain legendaris dari Brasil, Pele. Tetapi tokoh yang amat dikaguminya adalah Jesus Christ.
Adityo Darmadi
Ini adik kandung back yang tak pernah absen di PSSI, Didik Darmadi. Lahir di Solo, 12 November 1961. Belum pernah memperkuat tim nasional untuk kejuaraan resmi. Tetapi ia sempat dipinjam oleh PSSI Yunior (Garuda) di kejuaraan yunior di Singapura tahun 1981. Kemudian juga pernah memperkuat PSSI di bawah Endang Witarsa ke Piala Presiden Korea Selatan.
Kelincahan dan gaya mainnya, mirip dengan kakaknya. Tetapi posisi jauh berbeda. Adityo pemain sayap yang memiliki semangat pantang menyerah. Kemampuan tekniknya sudah boleh dibilang lumayan. Tetapi untuk bisa menjadi pasukan inti dalam tim ini, masih harus bertarung sengit dengan dua pesaingnya, Agusman Ryadi dan si pencetak gol terbanyak, Bambang Nurdiansyah.
Adityo mengawali karirnya di Solo dengan klub Adidas. Kemudian ia berkali-kali memperkuat bond Persis Solo. Pelatih yang membesarkannya adalah Siswanto. Pengagum Bruno Conti dan petenis John McEnroe ini mampu bermain sebagai sayap maupun ujung tombak.
Bambang Nurdiansyah
Satu dari sedikit pemain yang memiliki pengalaman internasional, Bambang malah pernah berguru di Brasil selama enam bulan tahun 1981 bersama PSSI Binatama.
Tetapi tahun 1982 prestasinya menurun. Dari Arseto, klub Galatama yang dimasukinya pertama kali, ia hijrah ke Tunas Inti di bawah Sinyo Aliandoe. Tetapi di klub ini juga prestasinya tak meningkat sehingga dipindah ke Tempo Utama, "adik" Tunas Inti.
Awal 1983, ia bergabung dengan Yanita Utama. Di klub inilah nama Bambang kembali terangkat. Ia muncul seperti meteor. Merajalela di setiap gawang lawan dan mencatat dirinya untuk pertama kali menjadi pencetak gol terbanyak dengan 14 buah gol. Ia juga punya andil cukup besar mengangkat Yanita menjadi juara Galatama baru.
Lahir di Banjarmasin, 28 Desember 1960, Bambang merupakan anak sulung dari lima bersaudara keluarga Moch. Sidik. Memulai karirnya di IM Malang. Persema pernah diperkuatnya dan kemudian Persebaya Surabaya. Ia adalah anak didik pelatih Benny Sandra dan Misbach.
Sebagai pemain yang memiliki cukup banyak pengalaman internasional, Bambang saat ini cukup mapan sebagai ujung tombak. Tetapi kadang-kadang ia kurang berani menerobos barisan pertahanan yang bermain keras.
Agusman Riyadi
Lulus dari Sekolah Sepakbola Ragunan tahun 1982, Agusman kemudian bermain untuk Persija. Tahun lalu direkrut bekas pemain nasional yang memegang Perkesa 78, Iswadi Idris. Postur tubuhnya bagus. Tinggi 172 cm.
Sebagai ujung tombak, Buyung, begitu nama panggilannya, cukup potensial. Ia berani menggebrak pertahanan lawan sekeras apa pun. Hal ini sudah dibuktikan dalam kompetisi Galatama. Tendangannya keras dan terarah. Tandukannya juga lumayan. Tetapi pengalamannya masih sangat minim. Belum mampu menahan emosi.
Pemuda kelahiran Palembang, 22 Agustus 1962 ini bisa diandalkan untuk masa depan. Jika terpilih, ini adalah debutnya di tim nasional untuk kejuaraan resmi. Sebelumnya ia pernah bergabung dengan tim nasional di Piala Presiden Korea Selatan.
Sebagai anak yang masih terbilang remaja, Buyung menyenangi musik rock. Bintang sepakbola yang dipujanya adalah Paolo Rossi dan Kevin Keegan. Sedangkan Idi Amin adalah tokoh politik yang dikaguminya.
(Penulis: Mahfudin Nigara - Tabloid BOLA, edisi no. 18, Jumat 29 Juni 1984)
http://www.juara.net/read/bolapedia/bolapedia/22732-Kalah-Menang-Mereka-Harapan-Kita.html
tanggal 26 Desember 2016, jam 22.03
http://www.juara.net/read/bolapedia/bolapedia/22732-Kalah-Menang-Mereka-Harapan-Kita.html
Patut juga dicatat, IM malam itu menampilkan susunan pemain baru. Bukan saja minus Didik Darmadi dan Adityo Darmadi yang justru bermain untuk tim pelatnas, tapi juga dengan mencoba beberapa pemain muda. Ternyata, IM berhasil, setidaknya membuat sekitar seribu penonton malam itu makin keras mengejek penampilan tim pelatnas asuhan trio pelatih Aliandoe-Basri-Salmon.
Siapa pemain belakang dan kiper tim Pra Piaia Dunia yang bertanggung jawab atas kekalahan malam itu, sudah pembaca simak foto dan profil singkatnya dalam dua nomor lalu. Kini ikutilah wajah-wajah para pemain depannya yang ternyata juga tak berkutik, meski hanya menghadapi barisan pertahanan Jopie Noya cs. Apa boleh buat, kalah menang mereka harapan utama kita, rupanya.
Dede Sulaiman
Dede juga terbilang sebagai pemain sayap sejati. Posisinya kebalikan Dullah Rahim. Tetapi ia tidak fanatik bermain pada garis sejajar kanan sebagaimana halnya Wahyu dan Dullah. Kalau dibutuhkan ia juga bisa bermain untuk sayap kiri. Untuk posisi lain, Dede merasa tak begitu cocok.
Jika terpilih, ini berarti langkahnya dalam tim nasional terus tak terputus sejak tahun 1975 ketika ia mengawalinya dengan memperkuat PSSI Yunior. Untuk Pra Piala Dunia merupakan penampilannya kedua setelah tahun 1981 di bawah Endang Witarsa yang meneruskan Harry Tjong.
Bersama Didik, Herry Kiswanto, dan Tonggo Tambunan, serta Bambang Nurdiansyah, pengalaman Dede terbilang paling hebat. Ia dua kali memperkuat tim Pra Olimpiade, dua kali SEA Games, dan berpuluh turnamen.
Lahir di Jakarta, 8 Mei 1956, saat ini Dede memiliki dua putra. Pengagum Rummenigge dan Ronald Reagan ini merupakan pemain yang lahir dan besar dari lingkungan sekolah. Ia memperlihatkan potensinya ketika berkali-kali di tahun 72-75 tampil dalam kompetisi antar pelajar DKI. Saat itu ia memperkuat SMA Ksatrya. Kemudian direkrut Angkasa. Tetapi tahun 1979 ketika Galatama lahir, ia hijrah ke Indonesia Muda, sampai saat ini.
Dullah Rahim
Seperti Wahyu Tanoto, Dullah Rahim, ayah dua putra asal Ujungpandang ini hanya mampu bermain di garis sejajar kiri. Dullah juga dijuluki sebagai sayap sejati.
Pemain yang ditemukan pelatih Suwardi Arland dan Mohammad Basri ini jika terpilih, akan tampil untuk ke-12 kali dalam tim nasional. Ia pernah tampil dalam SEA Games maupun Pra Olimpiade. Dullah dilahirkan di Ujungpandang 28 Agustus 1955 sebagai putra kedua dari 11 bersaudara keluarga Abdul Rahim.
Dullah sangat mengagumi bintang Brasil Zico dan Pele. Sedangkan tokoh politik yang digandrunginya adalah bekas gubemur DKI, Ali Sadikin dan PM Inggris Margareth Thatcher.
Sanija
Anak kota udang Cirebbn ini ditemukan oleh tokoh sepakbola kawakan dari Medan, Kamaruddin Panggabean. Kemudian diambil dan dibesarkan klub Mercu Buana sebagai muka baru. Sanija banyak memukau penonton Galatama. Kecepatannya cukup luar biasa. Di samping itu, tenaganya seperti tak pernah habis.
Sebagai pemain sayap, Sanija memang memiliki keutuhan. Ia mampu berlari di garis sejajar dengan cepat dan mempunyai daya tusuk yang tajam. Ia Juga dibekali keberanian. Akibatnya ia selalu kelihatan berduel dengan lawan secara brutal.
Lahir di Cirebon, 10 Oktober 1957 sebagai putra kedua dari sepuluh bersaudara keluarga Rases Saripah, saat ini tergabung di klub UMS 80. Karirnya diawali di klub Pos dan Giro Cirebon. Kemudian ikut memperkuat PSIT bond Cirebon untuk beberapa tahun. Sebelum hijrah ke Medan, Sanija sempat dipoles pelatih Khaelani yang juga menjadi pelatih di Mercu Buana.
Pengagum Bruno Conti dari Italia ini sebenarnya juga mampu bermain di berbagai posisi. Tetapi Sanija yang juga mengagumi bekas wapres Adam Malik ini memang lebih menonjol sebagai pemain sayap.
Wahyu Tanoto
Panggilan akrabnya Why. Ia merupakan pemain sayap andalan Tunas Inti. Sebelum beroperasi di sayap, putra sulung bekas pemain nasional Tan Liong Houw ini bermain sebagai bek dan gelandang. Tetapi semuanya hanya terbatas di lini kiri, karena Why memang merupakan pemain berkaki kidal.
Jika terpilih, ini merupakan penampilannya kedua dalam tim Pra Piala Dunia Tahun 1981 di bawah pelatih Harry Tjong. Why pemain yang dibesarkan oleh si Bung (Joel Lambert, tokoh gawang) terpilih sebagai pemain sayap. Sayang waktu itu PSSI gagal total.
Adik Why, Budi Tanoto juga sedang bergelut di pelatnas PSSI Perserikatan. Why menyenangi penampilan pemain legendaris dari Brasil, Pele. Tetapi tokoh yang amat dikaguminya adalah Jesus Christ.
Adityo Darmadi
Ini adik kandung back yang tak pernah absen di PSSI, Didik Darmadi. Lahir di Solo, 12 November 1961. Belum pernah memperkuat tim nasional untuk kejuaraan resmi. Tetapi ia sempat dipinjam oleh PSSI Yunior (Garuda) di kejuaraan yunior di Singapura tahun 1981. Kemudian juga pernah memperkuat PSSI di bawah Endang Witarsa ke Piala Presiden Korea Selatan.
Kelincahan dan gaya mainnya, mirip dengan kakaknya. Tetapi posisi jauh berbeda. Adityo pemain sayap yang memiliki semangat pantang menyerah. Kemampuan tekniknya sudah boleh dibilang lumayan. Tetapi untuk bisa menjadi pasukan inti dalam tim ini, masih harus bertarung sengit dengan dua pesaingnya, Agusman Ryadi dan si pencetak gol terbanyak, Bambang Nurdiansyah.
Adityo mengawali karirnya di Solo dengan klub Adidas. Kemudian ia berkali-kali memperkuat bond Persis Solo. Pelatih yang membesarkannya adalah Siswanto. Pengagum Bruno Conti dan petenis John McEnroe ini mampu bermain sebagai sayap maupun ujung tombak.
Bambang Nurdiansyah
Satu dari sedikit pemain yang memiliki pengalaman internasional, Bambang malah pernah berguru di Brasil selama enam bulan tahun 1981 bersama PSSI Binatama.
Tetapi tahun 1982 prestasinya menurun. Dari Arseto, klub Galatama yang dimasukinya pertama kali, ia hijrah ke Tunas Inti di bawah Sinyo Aliandoe. Tetapi di klub ini juga prestasinya tak meningkat sehingga dipindah ke Tempo Utama, "adik" Tunas Inti.
Awal 1983, ia bergabung dengan Yanita Utama. Di klub inilah nama Bambang kembali terangkat. Ia muncul seperti meteor. Merajalela di setiap gawang lawan dan mencatat dirinya untuk pertama kali menjadi pencetak gol terbanyak dengan 14 buah gol. Ia juga punya andil cukup besar mengangkat Yanita menjadi juara Galatama baru.
Lahir di Banjarmasin, 28 Desember 1960, Bambang merupakan anak sulung dari lima bersaudara keluarga Moch. Sidik. Memulai karirnya di IM Malang. Persema pernah diperkuatnya dan kemudian Persebaya Surabaya. Ia adalah anak didik pelatih Benny Sandra dan Misbach.
Sebagai pemain yang memiliki cukup banyak pengalaman internasional, Bambang saat ini cukup mapan sebagai ujung tombak. Tetapi kadang-kadang ia kurang berani menerobos barisan pertahanan yang bermain keras.
Agusman Riyadi
Lulus dari Sekolah Sepakbola Ragunan tahun 1982, Agusman kemudian bermain untuk Persija. Tahun lalu direkrut bekas pemain nasional yang memegang Perkesa 78, Iswadi Idris. Postur tubuhnya bagus. Tinggi 172 cm.
Sebagai ujung tombak, Buyung, begitu nama panggilannya, cukup potensial. Ia berani menggebrak pertahanan lawan sekeras apa pun. Hal ini sudah dibuktikan dalam kompetisi Galatama. Tendangannya keras dan terarah. Tandukannya juga lumayan. Tetapi pengalamannya masih sangat minim. Belum mampu menahan emosi.
Pemuda kelahiran Palembang, 22 Agustus 1962 ini bisa diandalkan untuk masa depan. Jika terpilih, ini adalah debutnya di tim nasional untuk kejuaraan resmi. Sebelumnya ia pernah bergabung dengan tim nasional di Piala Presiden Korea Selatan.
Sebagai anak yang masih terbilang remaja, Buyung menyenangi musik rock. Bintang sepakbola yang dipujanya adalah Paolo Rossi dan Kevin Keegan. Sedangkan Idi Amin adalah tokoh politik yang dikaguminya.
(Penulis: Mahfudin Nigara - Tabloid BOLA, edisi no. 18, Jumat 29 Juni 1984)
http://www.juara.net/read/bolapedia/bolapedia/22732-Kalah-Menang-Mereka-Harapan-Kita.html
tanggal 26 Desember 2016, jam 22.03
http://www.juara.net/read/bolapedia/bolapedia/22732-Kalah-Menang-Mereka-Harapan-Kita.html
Blogger Comment
Facebook Comment